Kerusakan Lingkungan Buah Kerakusan Pengelolaan SDA oleh Asing

  • Bagikan

Oleh: Munawwarah Rahman

Memiliki SDA yang melimpah nyatanya tidak menjamin kesejahteraan, sebaliknya SDA justru menjadi masalah baru bagi masyarakat Papua saat ini terutama yang berada di Kawasan Mimika.

Sebagaimana yang diberitakan bahwa Limbah tailing merupakan sisa dari proses pengolahan hasil tambang PT Freeport Indonesia, telah merusak sungai-sungai di kawasan Mimika. Perwakilan masyarakat adat akhirnya melaporkan kondisi ke DPR yang berjanji akan segera memanggil perusahaan tersebut. www.voindonesia.com

Dalam pertemuan itu, Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat untuk melakukan advokasi atas dampak buruk kegiatan pembuangan limbah tailing yang dilakukan PT Freeport Indonesia terhadap masyarakat setempat dan lingkungan alamnya. www.voindonesia.com

Limbah sisa aktivitas tambang PT Freeport selama puluhan tahun, terbawa melalui sungai-sungai di Mimika bahkan ke laut. Gobat menerangkan, terjadi pendangkalan di muara-muara sungai, baik yang ada di dalam area Freeport maupun yang di luar. Setidaknya, masyarakat di tiga distrik di Kabupaten Mimika, yaitu Mimika Timur Jauh, Jita dan Agimuga, merasakan dampaknya.

Koordinator umum Komunitas Peduli Lingkungan Hidup (Lepemawi) Timika, Adolfina Kuum, sejak sejak 2013 lalu telah memperjuangkan hak masyarakat adat. Melalui rapat bersama DPR, Adolfina menjelaskan Limbah tailing yang mengisi sunga-sungai, akibatnya perahu nelayan tidak bisa bergerak dan banyak kesulitan hidup yang harus dihadapi masyarakat, beberapa diantaranya adalah:

Pertama, terjadi krisis air bersih di banyak kampung di kawasan itu. “Bayangkan, satu hari mama-mama bisa habiskan lima jam untuk jalan, cari sumber air bersih untuk melakukan aktivitas air, sebagai pendukung kehidupan mama-mama dalam rumah tangga,” ucap Adolfina yang hadir dalam rapat DPR.

Baca juga  PAJAK DEMI KESEHATAN RAKYAT??

Kedua, “Perahu-perahu nelayan juga mengalami kerusakan pada mesinnya, karena limbah tailing di sungai. Dalam enam pertemuan dengan PT Freeport, tidak ditemukan jalan keluar untuk mengatasi masalah itu. Bahkan, PT Freeport tidak bersedia membangun jembatan di atas sungai yang dipenuhi limbah tailing, agar masyarakat tetap dapat beraktivitas.”

Ketiga, “Anak-anak juga mengalami gatal-gatal, sementara orang tua mereka tidak mampu membawanya ke rumah sakit. Karena sungai yang makin penuh limbah tailing mengakibatkan perjalanan menjadi panjang dan mahal. Dalam catatan Lepemawi, sekurangnya 6 ribu warga terdampak oleh limbah ini,” tuturnya.

Untuk menguatkan laporannya kepada DPR Adolfina kemudian menayangkan beberapa vidio rekaman yang menunjukkan ribuan ikan mati, pendangkalan muara, serta pepohonan yang mati di tepi sungai. Karena itulah, masyarakat adat di 23 kampung, di tiga distrik yaitu Agimuga, JIta dan Manasari meminta DPR, Presiden, DPRD Papua dan seluruh pihak terkait untuk segera bertindak menyelesaikan masalah ini. www.voindonesia.com

Fakta pembuangan limbah tailing Freeport yang menyebabkan hancurnya penghidupan masyarakat Papua menunjukkan bukti keserakahan kapitalisme. Keserakahan ini pula yang membuat mereka lalai dalam menjaga lingkungan untuk kenyamanan umat. Padahal perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mengelola limbah hingga layak dialirkan ke tempat pembuangan limbah agar tidak menjadi sumber masalah bagi umat.

Baca juga  Opini: Refleksi Akhir Tahun, Saatnya Muhasabah Pendidikan Negeri

Namun, hal itu seperti mimpi yang tidak akan pernah terwujud selama masih menganut sistem kapitalisme, sebab, sistem kufur tersebut hanya berfokus pada pencapaian keuntungan dengan modal sekecil-kecilnya. Maka wajar jika perusahaan tidak bertanggung jawab dalam hal mengelola limbah walau melanggar aturan dan berdampak buruk pada masyarakat luas.

Konsep liberalisasi SDA sistem ekonomi kapitalis juga turut membuka lebar kesempatan bagi para korporasi swasta lokal maupun asing untuk mengelola perusahaan yang menjadikan SDA negeri ini semakin dikuasai oleh korporasi. Ini berarti kehidupan masyarakat akan semakin terancam dengan limbah berbahaya yang dihasilkan oleh perusahaan.

Sudah menjadi rahasia umum kebijakan negara yang menganut sistem demokrasi kapitalisme dipenuhi oleh kepentingan korporasi dan bisnis. Negara sangat peduli terhadap korporasi dengan menjaganya agar tetap bisa beroperasi tanpa peduli dengan kesusahan yang dirasakan oleh masyarakat.

Fakta pengelolaan SDA dalam sistem kapitalisme tentu sangat berbeda dalam sistem Islam. Di mana sistem Islam memiliki aturan serta rumus baku yang jelas dan gamblang diantaranya sebagai berikut:

Pertama, prinsip pengelolaan SDA didasarkan pada kemaslahatan umat. Adapun pengelolaan dan pemanfaatan SDA harus memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) agar tidak merusak lingkungan di sekitar wilayah pertambangan.

Kedua, kekayaan alam seperti barang tambang, minyak bumi, laut, sungai, hutan, air, jalan umum yang jumlahnya banyak dan dibutuhkan oleh masyarakat terkategori sebagai harta milik umum. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi ﷺ, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud).

Baca juga  Toleransi Semu Natal dan Tahun Baru

Ketiga, ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengelola harta milik umum, (1) masyarakat dapat memanfaatkannya secara langsung, misalnya jalan umum, air, sungai, laut, dan benda-benda lain yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu. Namun, negara akan tetap mengontrol agar harta milik umum tersebut tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat.

(2) Negara mengelola secara langsung. Ini diberlakukan pada SDA yang membutuhkan keahlian khusus, teknologi, hingga biaya besar seperti barang tambang dan sejenisnya. Negara juga berkewajiban untuk mengeksplorasi serta mengelolanya agar hasil tambang tersebut dapat didistribusikan kepada seluruh masyarakat.

Keempat, negara harus memastikan bahwa pengelolaan kekayaan alam yang terkategori sebagai milik umum tidak boleh diserahkan kepada individu, swasta, maupun asing.

Kelima, salah satu pos penerimaan Baitul Mal adalah sektor pertambangan. Maka Pos milik umum ini dikhususkan dari penerimaan negara, seperti fai, kharaj, jizyah, dan zakat. Adapun distribusi hasil tambang hanya dikhususkan untuk rakyat dan membiayai sarana dan fasilitas umum.

Demikianlah sistem Islam mengatur SDA dengan sebaik-baiknya sehingga tidak memberi dampak buruk kepada masyarakat luas. Bahkan dengan pengelolaan yang didasarkan pada syariah Islam akan memudahkan masyarakat luas untuk menikmati hasil dan manfaat dari SDA tersebut. Maka tidakkah kita merindukan kesejahteraan ini?

Wallahu A’lam Bishawab.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *