
Oleh: Hamsina Halik, A. Md.
(Penulis Buku Antologi)

Tak terasa kaum muslim sudah berada dipenghujung Rabiul Awal. Selama sebulan, berbagai rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW telah dilakukan oleh umat Islam. Semata untuk mengenang Nabi Muhammad SAW, Nabi yang agung dan muia. Kelahirannya di bulan Rabiul Awal ini juga memiliki makna agung, dengannya Islam Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Namun, peringatan ini tak akan ada nilainya jika hanya sebatas seremonial semata, tanpa dibarengi dengan kemauan untuk taat pada apa dibawa oleh Nabi Muhammad SAW berupa risalah yang diturunkan oleh Allah SWT kepadanya.
Mengenang kelahiran Nabi Muhammad SAW akan menjadi momen yang sangat penting dan utama. Sebab, ini akan mengingatkan kembali kepada sosok manusia yang memiliki peran penting dalam kemajuan peradaban dunia sepanjang sejarah. Juga, akan semakin menumbuhkan kecintaan umatnya pada Nabi-Nya.
Tak seorang muslim pun yang tak mencintai Nabi Muhammad SAW. Dan sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk mencintainya, sebab cinta pada Nabi Muhammad SAW menjadi salah satu pembuktian keimanan seorang muslim. Sekaligus menjadi bekal yang akan mengantarkannya pada surga-Nya, bersama-sama dengan beliau diakhirat kelak. Sebagaimana dalam sebuah hadits:
“Seorang Arab berkata kepada Rasulullah SAW, ‘Kapan Hari Kiamat?’ Rasulullah SAW balik bertanya kepada dia, ‘Apa yang telah engkau siapkan untuk menghadapi Hari Kiamat?’ Dia berkata, ‘Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.’ Beliau bersabda, ‘Engkau bersama dengan yang engkau cintai.’ (HR. Muslim)
Namun, cinta kepada Nabi Muhammad SAW tak sebatas dilisan atau sekadar memperingati kelahirannya, melainkan harus ada bukti nyata jika benar-benar mencintainya. Sebagaimana seseorang yang mencintai pasangan atau orang tuanya, maka ia akan lebih mengutamakan, mengikuti dan menyukai segala apa yang ada dalam dirinya.
Demikian pula, jika benar-benar mencintai Nabi Muhammad SAW maka segala apa yang ada dalam diri beliau pun akan dicintainya. Sebab, salah satu bukti cinta kepada Nabi SAW adalah dengan berusaha dan bersungguh-sungguh meneladani apa yang ada dalam dirinya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya dalam diri Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik”. (TQS. al Ahzab: 21)
Sudah jelas bahwa sebaik-baik suri teladan hanyalah Nabi Muhammad SAW, sehingga tak ada alasan untuk tidak meneladaninya sebagai bukti cinta kepadanya.
Ketaataan Menunjukkan Kecintaan
Nabi Muhammad SAW adalah sebaik-baik teladan. Dalam hal ibadah, terkenal sebagai orang yang paling kuat dalam bersunggguh-sungguh beribadah kepada Allah SWT. Padahal, sudah diketahui bersama bahwa jaminan surga pada beliau sudah ada. Namun, beliau tetap bersunggguh-sungguh dalam beribadah. Jika demikian, tentu umatnya harus lebih tekun dan giat lagi dalam beribadah.
Dalam hal akhlak, Nabi Muhammad SAW terkenal sebagai pribadi yang paling mulia akhlaknya. Lemah lembut terhadap istrinya. Juga tegas dan keras jika berada pada kondisi yang memang mengharuskan bersikap demikian.
Dalam bermasyarakat pun, beliau senantiasa berlemah lembut, mencintai orang yang lemah termasuk orang-orang membutuhkan pertolongan. Dihadapan sesama muslim dikenal dengan sikap rendah hatinya, namun sangat tegas dan keras dihadapan orang-orang kafir terlebih kafir harbi.
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (TQS. Al Fath: 29).
Meneladani Nabi Muhammad SAW dalam segala aspek, tak hanya menjadi bukti cinta kepada Rasul-Nya tapi juga sebagai bukti cinta pada Allah. Sebab, kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW yang tulus dan benar akan melahirkan ketaatan kepada beliau. Ketaatan dalam segala hal, yang tidak lain merupakan syariah-Nya. Sehingga, ketaatan seseorang itu menunjukkan kecintaan. Taat karena ia mencintainya.
Teladan Pemimpin
Sejak hijrahnya ke Madinah, Islam mulai diterapkan dalam kehidupan. Islam dijadikan sebagai satu-satunya aturan-aturan hidup. Dan Nabi Muhammad SAW disamping sebagai pembawa risalah juga sebagai pemimpin atau kepala negara menerapkan Islam secara totalitas dalam segala aspek kehidupan. Dan tetap konsisten dalam penerapannya, tak melihat posisi dan kedudukan seseorang. Semua sama di mata hukum syara’. Hal ini nampak, ketika ada yang meminta kepadanya untuk meringankan hukuman terhadap wanita terpandang yang mencuri. Meski yang memohon ini pun dekat dengan beliau. Namun, dengan tegas beliau bersabda:
“Wahai manusia, sungguh orang-orang sebelum kalian itu binasa karena bila orang yang melakukan pencurian itu orang terpandang, mereka biarkan. Namun, bila yang mencuri itu kalangan rakyat jelata, mereka menerapkan hukuman atasnya. Demi Allah, kalau saja Fathimah putri Muhammad mencuri, sungguh akan aku potong tangannya”. (HR. Muslim).
Keteladanan beliau dalam kepemimpinan, jika diterapkan ditengah-tengah kehidupan saat ini akan mampu menyelesaikan segala problematika hidup yang telah sukses membuat masyarakat kian terpuruk. Juga, akan membawa kepada kehidupan yang penuh ketentraman, ketenangan dan keberkahan. Islam sebagai rahmatan lilalamin akan terwujud. Tak hanya muslim, tapi juga non muslim.
Walhasil, jika lisan berkata cinta kepada Nabi Muhammad SAW maka buktikan. Yaitu dengan menjadikannya sebagai satu-satunya suri teladan secara totalitas. Menaati segala apa yang dibawanya, dalam perkara apa saja, baik perkara spritual, ibadah, moral, sosial kemasyarakatan ataupun perkara keluarga, harta, ekonomi, hukum, pemerintahan dan segala urusan rakyat. Termasuk dalam kepemimpinannya, menjadikan Islam sebagai satu-satunya aturan hidup, tak ada yang lain.
“Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah. Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah amat keras hukuman-Nya.” (TQS. al Hasyr: 7).
Wallahu a’lam. (***)