KOMUNIS DAN LGBT DIKAJI, SYARIAT ISLAM DIBUNGKAM

  • Bagikan


Oleh : Hamzinah (Mahasiswi)


Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir, mengatakan bahwa Kemenristekdikti akan mendata nomor telepon dan media sosial dosen, pegawai dan mahasiswa, hal ini dilakukan untuk menjaga Perguruan Tinggi dari Radikalisme dan Intoleransi.

Ia menjelaskan, apabila di kampus tidak terjadi masalah apapun terkait radikalisme atau intoleransi maka tidak akan dilakukan pelacakan. Sebaliknya, apabila terjadi masalah terkait radikalisme atau intoleransi di kampus maka data medsos dan nomor telepon tadi akan dilakukan pelacakan. “Itu baru kita lacak.

Oh, ternyata mereka punya jaringan ke organisasi ini,” kata Nasir, dalam konferensi pers penerimaan mahasiswa baru, di Kantor Kemenristekdikti, Jumat (26/7/2019). 

Namun anehnya, pada kesempatan yang berbeda Menristekdikti mempersilahkan para mahasiswa dan civitas akademika yang ingin melakukan kajian mengenai paham Marxisme di lingkungan kampus. Selain paham Marxisme, dirinya pun mempersilahkan apabila mahasiswa ingin melakukan kajian terkait Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Saat wawancara di kantor Kemenristekdikti, Jakarta Selatan, Jum`at (26/7/19).

Baca juga  Harga Mahal Bagi Demokrasi

Pernyataan tersebut tentu akan memunculkan persoalan, mengapa Marxisme yang nyata-nyata telah dilarang dan anti Pancasila diberikan ruang pengkajian sedangkan diskursus Syariat Islam dilarang bahkan dicap radikal?, Ini akibat rezim penguasa sekuler yang telah terjangkit Islamofobia yang terus digencarkan oleh Barat beserta antek-anteknya untuk mendiskreditkan Islam beserta ajarannya. Barat mengetahui bahwa Khilafah adalah pemikiran politik islam yang mengharuskan adanya satu negera global untuk menerapkan seluruh hukum-hukumnya. Ini berarti akan mengganti kekuasaan global yang sekarang berada ditangan mereka dan melenyapkan hegemoni mereka atas dunia.

Seharusnya, yang dilarang adalah Marxisme bukan Khilafah. Mengapa jadi terbalik? Tentu hal yang demikian adalah hal yang inkonstitusional, anti Pancasila, serta bertentangan dengan UUD 1945 dan NKRI. Mengapa?, Pertama, paham komunisme, marxisme/leninisme, dan atheisme, merupakan ajaran PKI yang telah divonis sebagai paham terlarang melalui TAP MPRS No. XXV/1966, yang dilarang untuk disebarkan sebagaimana yang tertera pada UU No.17 Tahun 2013.

Baca juga  Habits Perilaku Korupsi dengan KPK akankah Habis?

Kedua, bahwa Khilafah adalah ajaran Islam yang tidak pernah dinyatakan sebagai ajaran terlarang baik dalam surat keputusan peradilan tinggi  tata usaha negara, putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan, atau produk hukum lainnya.

Ketiga, Islam adalah agama yang diakui dan konstitusi memberi jaminan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan tuntunan agamanya termasuk mengkaji dan mendakwahkannya, serta menyebarkannya berdasarkan pasal 28 (e) ayat 1 UUD Tahun 1945.

Apa yang salah dengan Khilafah? Khilafah adalah ajaran Islam yang dinobatkan oleh para ulama sebagai Taj al Furuuj, mahkota kewajiban, yang telah diwajibkan untuk seluruh umat Islam sebagai konsekuensi dari keimanannya kepada Allah SWT. Dalam firman-Nya.

Baca juga  Kontroversi Nikah Beda Agama disahkan, Ada Dasar Hukumnya!

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kalian (TQS Al Baqarah 2:208).

Selama belasan abad Khilafah telah terbukti sebagai institusi politik yang menjadikan Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin, menjaga dan melindungi umat Islam dari kehancuran termasuk menjaga agar ideologi dan ajaran yang bertentangan dengan Islam tidak berkembang karena akan merusak aqidah dan pemikiran umat.

Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus bersama-sama berjuang menegakkan kembali Khilafah Islamiyah agar Islam kembali bangkit dan menjadi Rahmatan Lil Alamin.
Wallahu a’lam bi ash showwab.

  • Bagikan