KEBIJAKAN MUDIK MEMBINGUNGKAN DAN TAK JELAS ARAH

  • Bagikan

(oleh ALHATI AZZAHRA)

Dalam masa pandemi virus Covid-19 saat ini terutama memasuki bulan suci Ramadhan banyak masyarakat khususnya di negara kita yakni Indonesia ingin melaksanakan puasa pertama bersama keluarganya. Dengan begitu sebelum memasuki bulan suci penuh rahmat rata-rata anak perantauan melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman mereka masing-masing. Namun, dalam kondisi saat ini hal tersebut sangat tidak memungkinkan dikarenakan munculnya sebuah virus yang ditakutkan bisa menular dan membahayakan keluarga kita yang ada dirumah. Di sisi lain Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan aturan larangan mudik pada 23 April 2020 sehari sebelum Ramadhan. Aturan ini termuat dalam Peraturan Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19. Menurut Jokowi, orang-orang yang berbondong-bondong pulang kampung tak lantas berarti mudik. Ia beranggapan, pulang kampung ialah kembali ke keluarga di kampung karena kehilangan pekerjaan di kota rantau. Sementara mudik ialah kembali ke kampung halaman menjelang Lebaran.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pernyataan yang dilontarkan pemerintah mengenai perbedaan mudik dan pulang kampung dinilai tidak tegas dan justru menimbulkan kebingungan bagi publik. Padahal dua kalimat ini dinilai memiliki efek yang sama, yakni memobilisasi publik dalam jumlah besar. Pasalnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri mengartikan mudik sebagai “pulang kampung halaman” tanpa keterangan waktu kapan kegiatan itu dilakukan. “Apakah mudik atau pulang kampung, sama saja. Yang dicegah kan potensi penularan dan penyebaran virus corona. Selama berasal dari zona merah, ia punya potensi menularkan COVID-19.” Nurhayati, Wakil Ketua Komisi V DPR, mitra kerja Kemenhub. Dan harus kita akui bahwa hal tersebut memang bisa terjadi jika kita masih saja bersikeras untuk pulang kampung dalam masa pandemi COVID-19 saat ini. Beda halnya dengan Jokowi yang beranggapan bahwa mereka yang mencuri start untuk pulang kampung justru berada dalam kondisi berbahaya jika tetap tinggal di Ibu Kota. Ia menambahkan, saat pulang kampung, pemerintah daerah setempat telah menyiapkan tempat isolasi bagi warga yang ingin masuk ke wilayah tersebut.

Baca juga  Urgensi Peran Perempuan dalam Keluarga

Pemerintah juga telah memutuskan untuk menghentikan sementara penerbangan komersial dan carter baik untuk tujuan di dalam maupun luar negeri mulai 24 April sampai 1 Juni 2020, tidak hanya itu ia juga menambahkan bahwa selama larangan mudik berlangsung, jalan nasional atau jalan tol antar provinsi tidak akan ditutup, melainkan hanya disekat dan kendaraan yang melintas akan dibatasi. Namun larangan tersebut tidak berlaku untuk pimpinan atau lembaga tinggi negara, tamu negara, perwakilan organisasi internasional, dan untuk pemulangan WNI atau WNA yang terkena dampak virus corona. Penerbangan yang mengangkut logistik dan kargo seperti alat kesehatan juga masih diperbolehkan.

Baca juga  Mendudukan Akar Persoalan Bangsa Dalam Polemik RUU HIP

Dan berita terbaru yang mencengangkan ialah pemerintah malah memasukkan 500 orang TKA yang berasal dari negara asal virus corona yakni China. Hal tersebut sungguh membuat publik semakin bingung dengan kebijakan yang telah dibuat pemerintah. Seharusnya pemerintah bersikap tegas dalam mengatasi permasalahan ini dengan cara melakukan lockdown untuk mencegah penyebaran virus Covid-19.

Padahal kejadian seperti ini sudah pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW, beliau bersabda ”Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, maka janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu terjangkit di negeri tempat kamu berada, janganlah kamu keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri”.

Baca juga  Opini: Pelecehan Seksual Hingga Radikalisme di Pesantren

Seharusnya sikap seperti itulah yang harus diambil oleh pemerintah untuk mencegah penyebaran sebuah virus yang tengah mewabah saat ini dan itu semua hanya akan terwujud jika kita menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman kita dalam menjalankan hidup. Dan ini hanya bisa dilakukan hanya dalam sistem Khilafah yang berlandaskan akidah Islam. Syariat memerintahkan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar dan sekunder seluruh warga sekaligus hak setiap rakyat negara Khilafah baik sebagai individu maupun kelompok merupakan kewajiban negara.

Mekanisme jaminan kebutuhan dasar dan sekunder individu warga negara diwujudkan dengan bekerja, bagi pria dewasa yang mampu, bagi anak-anak wanita dan orang tua jaminan diberikan melalui pria dewasa yang mampu dan berkewajiban untuk menanggung nafkah mereka. Jika tidak mampu atau tidak ada keluarga yang bisa menanggungnya maka kerabat atau tetangga dekat berkewajiban untuk membantunya. Jika tidak ada maka negara berkewajiban untuk menanggungnya, karena itu negara Khilafah mempunyai kewajiban untuk membuka lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha bagi seluruh rakyatnya. Oleh karena itu, hanya Khilafahlah yang mampu menjamin kebutuhan rakyat secara berdaulat. Wallahu a’lam bi ash showwab.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *